asu

Ketika itu, malam hampir habis dan berganti dengan dini hari. Hujan tiba lebih cepat daripada perikiraan, saya dihadangnya. Niat sudah dipatri sehingga saya mencari celah untuk tunaikan namun mental saya belum sempurna. Logika kemudian berperan, ‘jika tidak saat ini maka sudahlah’.

Hujan kemudian reda saat hari sudah berganti. Angin membawakan aroma tanah basah menusuk-nusuk hingga rongga dada terkecil.

Kamudian jalan raya bermekaran bunga-bunga warna-warni. Sesekali banyak kupu-kupu yang hinggap dan beberapa burung berkicau menemani perjalanan saya. Aneh memang, disaat seharusnya burung hantu mengambil shift malam berburu tikus disaat itu yang saya lihat adalah keceriaan penuh dengan balon gas beterbangan slow-motion dengan warna-warna pastel.

Saya paham bahwa adat adalah sebuah basa-basi. Beradat adalah akumulasi berbasa-basi. Menarik dan saya tertarik. Jika kalian berniat untuk berbisnis dan terlilit hutang untuk modal, negosiasi adalah jalan tengah. Dunia tidak seseram film suzzana, Duniapun tidak selucu film Dono-Kasino-Indro. Rasa pahit yang lebih dahulu tika telan makan manis datang selanjutnya, kapan tiba manis itu Kalamullah. Rahasia Allah.

Oleh karena itu di tanah jawa, Asu adalah hewan. Namun dalam pergaulan akrab asu adalah tanda persahabatan. Ketika episode film Suzzana tiba dalam pergaulan saat itu asu menjadi akrab, sekedar memberikan dukungan. Ketika episode saat Rangga bertemu Cinta saat itu juga asu muncul sebagai ungkapan terimakasih.

Asu jika bisa bermakna kekecewaan. seharusnya sebagai muslim yang taat dzikir adalah obat mujarab, seperti tuntunan dari Kanjeng Rasul umat Islam. Sebagai manusia rasa luput sering tak terelakan.

Malam tadi banyak asu di taman-taman bunga yang sedang merekah sempurna. Hanya duduk. Asu ditaman tersebut tidaklah banyak. Sayang tidak sempatnya saya hitung satu per satu asu yang hadir.

Sekali lagi asu adalah hewan. Terimakasih sudah membaca. Mohon maaf jika tidak terdapat faedah dalam tulisan ini.

Ngoli vs Ngopi

Sore itu jalan Raya Bogor sudah padat. Suara knalpot kolong motor beradu dengan suara klakson. Sesekali bunyi priwitan ‘pak ogah’ mengatur barisan kendaraan di pertigaan jalan.

Duduk kami bertiga diatas kursi kayu panjang, disela-sela motor yang parkir.

Ada tiga gelas dengan minuman sama-sama berwarna hitam. Namun, satu diantara gelas tersebut berbeda sajian. Orang-orang sekitar memberi nama ‘oli’ untuk minuman tersebut dan aktifitas meminum kemudian dikenal dengan ‘ngoli’. Minuman ‘tradisional’ ini dengan sedikit asam akan memberi nikmat yang lebih, namun itu semua tergantung selera tentunya. Kedua minuman lainnya ialah kopi saset hangat.

https://www.instagram.com/p/_ROBpajYLL/?taken-by=tivalgodoras

Bagi sebagian orang, menikmati pemandangan macet sore jakarta sambil menghangatkan diri adalah sebuah rekreasi. Bagi sebagian orang, menikmati hidup yang keras kadang perlu bantuan sedikit tuak untuk melapas penat. Bagi sebagian orang cukup bersama kopi hangat, rokok dan kawan yang bercerita sudah mengantarkan keceriaan.

Saya tidak ‘ngoli’ tapi saya tidak menolak untuk sekadar menemani nongkrong kemudian berbagi cerita. Apapun minumannya. Sumonggo saja.

Akhir-akhir ini kawan saya banyak mengambil tema rumah tangga dalam setiap kesempatan bercerita. Saya hanya banyak mendengar saja sebab saya belum berumah tangga. Sesekali ber-anjing-anjing-ria melepas kekesalan. Tertawa.

Beberapa cerita juga kadang punya kesamaan. Lucu, ada kasus-kasus tertentu yang direspon dengan: gue juga gitu. kok sama ya sama gue?

Entah bagaimana caranya, ternyata masalah-masalah itu bisa hadir dalam ruang tamu rumah tangga kawan-kawan saya. Menemukan permasalahan yang sama seperti menemukan kawan seperjuangan. Ketika menemukan kawan perjuangan suasana berbagi cerita menjadi seru. Bukan hanya rokok yang segera dibakar juga segera tambah minuman untuk menemani.

Kemudian kami tertawa bersama-sama. Sesekali tercium bau sengak khas minuman tradisonal diantara mulut-mulut kawan yang tertawa.

Jalan Raya Bogor sudah agak sepi, kami ijin pulang ke rumah masing-masing.

Kawan Baru

Kemudian kami nongkrong bareng. Setelah lama tidak berinteraksi lalu kami nongkrong bareng kembali.

Pertama, pada sebuah forum komunitas. Lama setelah itu saya tidak sering berjumpa dengan mereka.

Kedua, pada sebuah sesi konsultasi pajak dan HR.

Ketiga, pada acara makan esgrim bersama.

Keempat, plesiran ke Kota Kembang.

Senang sekali bisa punya kawan baru. Setidaknya begitulah yang saya rasakan. Dulu ketika kuliah saya termasuk mahasiswa pendiam dan tipikal social-prey hahaha.. maksudnya baru bisa berbaur-berkawan kalo ada yang mau deketin ngajak ngobrol. Namun dalam lingkungan  baru diluar urusan akademis/kampus semisal ketika naik gunung saya senang sekali berbicara dengan penduduk setempat ataupun ngobrol sama penumpang bis.

Nah, kawan baru yang saya ceritakan pada paragraf pertama ini adalah salah satu upaya saya untuk memperbaiki diri. Ternyata, seru juga punya kawan baru. Ternyata saya norak juga ya. Ngobrol dengan tema dan sudut pandang yang berbeda dengan yang saya alami biasanya. Walaupun sedikit was-was kalo-kalo saya tidak bisa menjadi diri saya sendiri. Setidaknya ketika plesiran ke Kota Kembang saya masih menjadi diri saya sendiri dengan tambahan satu sendok teh ramah, senyum cukup dan beberapa galon energi positif yang terisi.

kamsahamnida. (efek-ikut-suka-menikmati-drama-korea)

🙂